RADEN TUMENGGUNG ABDUL KADIR
SETIA PAHLAWAN
Abdul Kadir Raden Tumenggung
Setia Pahlawan lahir di Sintang, Kalimantan Barat pada tahun 1771 Masehi.
Ayahnya bernama Oerip dan ibunya bernama Siti Safriyah. Ayah Abdul Kadir
bekerja sebagai hulubalang atau pemimpin pasukan kerajaan Sintang. Abdul Kadir
sudah mengabdi sebagai pegawai kerajaan Sintang pada saat usianya masih sangat
muda. Selama mengabdi di kerajaan Sintang, ia mampu melaksanakan tugasnya
dengan baik. Ia pernah mendapat tugas dari Raja Sintang untuk mengamankan
kerajaan Sintang dari gangguan pengacau dan perampok. Tugas tersebut dapat
dilaksanakannya dengan baik. Abdul Kadir kemudian diangkat menjadi pembantu
ayahnya yang menjabat sebagai Kepala Pemerintahan kawasan Melawi. Setelah
ayahnya wafat, pada tahun 1845, ia diangkat sebagai kepala pemerintahan Melawi
menggantikan kedudukan ayahnya. Karena jabatannya itu Abdul Kadir mendapatkan
gelar Raden Tumenggung yang diberikan oleh Raja Sintang.
Dalam perjuangannya, ia berhasil
mempersatukan suku-suku Dayak dengan Melayu serta dapat mengembangkan potensi
ekonomi daerah Melawi. Namun demikian, ia juga berjuang keras menghadapi ambisi
Belanda-datang di Sintang pada tahun 1820-yang ingin memperluas wilayah
kekuasaannya ke daerah Melawi. Dalam menghadapi Belanda, ia memakai strategi
peran ganda, yaitu sebagai pejabat pemerintah Melawi ia tetap bersikap setia
pada Raja Sintang yang berarti setia pula pada pemerintahan Belanda. Tetapi
secara diam-diam ia juga menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Ia
membentuk kesatuan-kesatuan bersenjata di daerah Melawi dan sekitarnya untuk
menghadapi pasukan Belanda.
Pada tahun 1866, Belanda
memberikan hadiah uang dan gelar Setia Pahlawan kepada Abdul Kadir Raden
Tumenggung agar sikapnya melunak dan mau bekerjasama dengan Belanda. Namun
demikian Abdul Kadir tidak merubah sikap dan pendiriannya. Ia tetap melakukan
persiapan untuk melawan pemerintahan Belanda. Pada akhirnya di daerah Melawi
sering terjadi gangguan keamanan terhadap Belanda yang dilakukan oleh pengikut
Abdul Kadir Raden Tumenggung.
Pada tahun 1868, Belanda yang
marah akibat sering mendapat gangguan keamanan kemudian melancarkan operasi
militer ke daerah Melawi. Pertempuranpun tidak bisa dihindari antara pasukan
Belanda melawan pengikut Abdul Kadir Raden Tumenggung. Dalam menghadapi Belanda,
Abdul Kadir tidak memimpin pertempuran secara langsung, melainkan ia hanya
mengatur strategi perlawanan. Sebagai kepala pemerintahan Melawi, ia bisa
memperoleh berbagai informasi tentang rencana-rencana operasi militer
pemerintah Belanda. Berkat informasi itulah, para pemimpin perlawanan dapat
mengacaukan operasi militer Belanda.
Selama tujuh tahun (1868-1875)
Abdul Kadir Raden Tumenggung berhasil menerapkan strategi peran ganda, namun
akhirnya pemerintah Belanda mengetahuinya. Pada tahun 1875 ia ditangkap dan
dipenjarakan di benteng Saka Dua milik Belanda di Nanga Pinoh. Tiga minggu
kemudian ia meninggal dunia dalam usia 104 tahun. Jenasahnya dimakamkan di
Natali Mangguk Liang daerah Melawi.
Abdul Kadir Raden Tumenggung
Setia Pahlawan adalah seorang tokoh pemberani. Tokoh pejuang yang mampu
menghimpun serta menggerakkan rakyat untuk melawan Belanda. Pemikirannya untuk
melawan penjajah Belanda menjadi contoh bagi perlawanan rakyat selanjutnya.
Atas jasa-jasanya dalam perjuangan menghadapi penjajah Belanda, maka pada tahun
1999 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114/TK/Tahun
1999 tertanggal 13 Oktober 1999, pemerintah Indonesia menganugerahkan Abdul
Kadir Raden Tumenggung Setia Pahlawan sebagai Pahlawan Nasional.
Sumber :
Simanullang, Binsar., 2006, Seri
Pengenalan Budaya Nusantara : Bumi Khatulistiwa, Jakarta : PT. Mediacita.
Damayanti, Desi., 2007, Mengenal
Pahlawan Bangsa : Sejarah Perjuangan & Kisah-kisah Kehidupan Mereka,
Jakarta: Pustaka Phoenix.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar