Hindia Belanda
Pada masa pemerintah Hindia Belanda,
sejak tahun 1936 Kabupaten Ketapang adalah salah satu daerah Afdeling, yaitu
merupakan bagian karesidenan Kalimantan Barat (Residentis Westerm Afdeling Van
Borneo) dengan pusat pemerintahannya di Pontianak. Kabupaten Ketapang pada
waktu itu dibagi menjadi tiga Onder Afdeling yang dipimpin oleh seorang Wedana,
yaitu :
1. Onder Afdeling Sukadana di Sukadana terdiri dari 3 (tiga) Onder Distrik yaitu :
a. Onder Distrik Sukadana
b. Onder Distrik Simpang Hilir
c. Onder Distrik Simpang Hulu
2. Onder Afdeling Matan Hilir di Ketapang terdiri dari 2 (dua) Onder Distrik yaitu :
a. Onder Distrik Matan Hilir
b. Onder Distrik Kendawangan
3. Onder Afdeling Matan Hulu di Nanga Tayap terdiri dari 4 (empat) Onder Distrik yaitu :
a. Onder Distrik Sandai
b. Onder Distrik Nanga Tayap
c. Onder Distrik Tumbang Titi
d. Onder Distrik Marau
1. Onder Afdeling Sukadana di Sukadana terdiri dari 3 (tiga) Onder Distrik yaitu :
a. Onder Distrik Sukadana
b. Onder Distrik Simpang Hilir
c. Onder Distrik Simpang Hulu
2. Onder Afdeling Matan Hilir di Ketapang terdiri dari 2 (dua) Onder Distrik yaitu :
a. Onder Distrik Matan Hilir
b. Onder Distrik Kendawangan
3. Onder Afdeling Matan Hulu di Nanga Tayap terdiri dari 4 (empat) Onder Distrik yaitu :
a. Onder Distrik Sandai
b. Onder Distrik Nanga Tayap
c. Onder Distrik Tumbang Titi
d. Onder Distrik Marau
Afdeling Ketapang sendiri dibagi menjadi 3 (tiga) kerajaan yang dipimpin oleh
seorang Panembahan, yaitu :
1. Kerajaan Matan :
- Onder Afdeling Matan Hilir
- Onder Afdeling Matan Hulu
2. Kerajaan Sukadana :
- Onder Afdeling Sukadana
3. Kerajaan Simpang :
- Onder Afdeling Simpang Hilir
- Onder Afdeling Simpang Hulu
1. Kerajaan Matan :
- Onder Afdeling Matan Hilir
- Onder Afdeling Matan Hulu
2. Kerajaan Sukadana :
- Onder Afdeling Sukadana
3. Kerajaan Simpang :
- Onder Afdeling Simpang Hilir
- Onder Afdeling Simpang Hulu
Sampai dengan tahun 1942 kerajaan diatas masing-masing dipimpin oleh :
1. Gusti Muhammad Saunan di Kerajaan Matan
2. Tengku Betung di Kerajaan Sukadana
3. Gusti Mesir di Kerajaan Simpang.
1. Gusti Muhammad Saunan di Kerajaan Matan
2. Tengku Betung di Kerajaan Sukadana
3. Gusti Mesir di Kerajaan Simpang.
Setelah masa pemerintahan Hindia Belanda berakhir dengan datangnya Jepang tahun
1942, Kabupaten Ketapang masih dalam status Afdeling. Perbedaannya terletak
pada pimpinannya yang diambil alih langsung oleh Jepang.
Setelah masa kemerdekaan Republik Indonesia, dimana masih terjadi perebutan
kekuasaan dengan pihak Pemerintah Belanda (NICA), bentuk pemerintahan di
Ketapang masih tetap dipertahankan sebagaimana sebelumnya yaitu berstatus
Afdeling yang disempurnakan dengan Staatsblad 1948 No. 58 dengan pengakuan
adanya pemerintahan swapraja. Pada waktu itu Ketapang dibagi menjadi 3 (tiga)
daerah swapraja, yaitu : Sukadana, Simpang dan Matan yang kemudian digabung
menjadi sebuah federasi.
Pada masa pemerintahan Republik Indonesia, menurut Undang-undang No. 25 tahun
1956 maka Kabupaten Ketapang mendapat status sebagai bagian daerah otonom
Propinsi Kalimantan Barat yang dipimpin oleh seorang Bupati sebagai Kepala
Daerah. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2007 tentang pembentukan Kabupaten Kayong Utara di Propinsi Kalimantan Barat,
maka sejak tanggal 26 Juni 2007, 5 (lima) wilayah kecamatan di Kabupaten
Ketapang dimekarkan menjadi satu kabupaten baru dengan nama Kabupaten Kayong
Utara.
Nama-nama Kepala Daerah yang pernah menjabat di Kabupaten Ketapang sejak 1947
sampai sekarang, adalah :
1. R. Soedarto (1947 - 1952)
2. R.M. Soediono (1952 - 1954)
3. M. Hadariah (1955 - 1958)
4. Herkan Yamani (1959 - 1964)
5. Drs. Muehardi (1965 - 1966)
6. M. Tohir (1966 - 1970)
7. Denggol (Pj) (1970 - 1972)
8. Zainal Arifin (1973 - 1978)
9. Soehanadi (1978 - 1983)
10. Gusti Muh. Syafril (1983 - 1988)
11. Mas'ud Abdullah, SH (1988 - 1992)
12. Drs. H. Soenardi Basnu (1992 - 1998)
13. H. Prijono, BA (Plt) (1998 - 2001)
14. H. Morkes Effendi, S.Pd, MH (2001 - 2010)
15. Drs. Henrikus, M.Si (2010 - Sekarang)
1. R. Soedarto (1947 - 1952)
2. R.M. Soediono (1952 - 1954)
3. M. Hadariah (1955 - 1958)
4. Herkan Yamani (1959 - 1964)
5. Drs. Muehardi (1965 - 1966)
6. M. Tohir (1966 - 1970)
7. Denggol (Pj) (1970 - 1972)
8. Zainal Arifin (1973 - 1978)
9. Soehanadi (1978 - 1983)
10. Gusti Muh. Syafril (1983 - 1988)
11. Mas'ud Abdullah, SH (1988 - 1992)
12. Drs. H. Soenardi Basnu (1992 - 1998)
13. H. Prijono, BA (Plt) (1998 - 2001)
14. H. Morkes Effendi, S.Pd, MH (2001 - 2010)
15. Drs. Henrikus, M.Si (2010 - Sekarang)
SEJARAH KOTA KETAPANG
Dalam Atlas Sejarah yang disusun oleh Muhammad Yamin (1965) untuk
mengidentifikasi Nusantara Raya menurut Mpu Prapanca di dalam naskah
Nagarakertagama, wilayah geografi kota Ketapang saat ini diberi nama
Tandjungpura. Kemudian dalam peta pada masa kesultanan Riau-Johor (Harun :
2003), wilayah kota Ketapang dinamai Matan.
Perubahan nama wilayah geografis dari Tanjung Pura menjadi Matan dan kemudian
Ketapang, tidak diketahui dengan pasti karena tidak ada catatan sejarah atau
prasasti yang menunjukkan peristiwa itu. Namun perubahan nama tempat atau kota
pada masa kerajaan diduga akibat perubahan letak kerajaan atau berubahnya raja
yang berkuasa ditempat itu akibat suatu peristiwa tertentu (perang, bencana
alam dan keputusan raja).
Kepastian sejarah mengenai berdirinya Kota Ketapang hingga saat ini masih
samar. Namun dapat dikatakan bahwa Kota Ketapang merupakan salah satu kota
tertua di wilayah Kalimantan Barat yang dibuktikan dengan keberadaan Kerajaan
Tanjungpura - Matan di wilayah Kota Ketapang yang merupakan kerajaan tertua di
Kalimantan Barat. Dugaan itu setidaknya didasarkan beberapa kronik Cina,
Nagarakertagama, prasasti Waringin Pitu dan penelitian para ahli linguistik di
kepulauan Indo-Malaya.
Dalam kronik Cina Chu Fan Chi yang dibuat oleh Chau Ju Kwa tahun 1225 M,
Tanjungpura disebut dengan nama Tan-jung-wu-lo, dikatakan bahwa daerah ini
sekitar tahun 1200 M merupakan jajahan raja Jawa. Periode sezaman dengan tarikh
kronik ini, di Jawa berkuasa Raja Jenggala - Kediri terakhir yaitu Sri
Jayawarsa/Kertajaya (1190 - 1205 M) serta merupakan periode pertama berdirinya
kerajaan Singasari dengan rajanya yaitu Sri Ranggah Rajasa/Ken Arok (1222 -
1227 M). Maka apabila menggunakan tarikh dalam kronik Cina ini, Tanjungpura
baik sebagai kerajaan maupun sebagai kota sudah berdiri pada sebelum tahun 1200
M. Namun letak wilayah geografisnya sulit ditentukan apakah dalam batasan
"Kota Ketapang".
Chau Ju Kwa adalah seorang pedagang yang kemungkinan singgah di kota Tan Jung
Wu Lo yang terletak di tepi pantai atau di dekat sungai. Sebagai pedagang antar
negara, "perahu" yang dibawanya tentulah dengan tonase cukup besar,
dan hanya bisa berlabuh dialur yang dalam dan luas. Diduga saat itu, lokasi
kota Tan Jung Wu Lo berada dekat dengan pelabuhan, dan wilayah geografisnya
saat ini mungkin terletak di "Ketapang Kecik", Kandang Kerbau
(Sukabangun), atau sekitar kuala sungai pawan (Negeri Baru).
Dalam Nagarakertagama, Tanjungpura disebut sebagai daerah bawahan Majapahit.
Naskah Nagarakertagama oleh Prapanca selesai ditulis pada tahun 1365 M, periode
Raja Hayam Wuruk berkuasa (1350 - 1389 M). Selain menceritakan tentang kerajaan
Majapahit, naskah tersebut juga menceritakan kerajaan Singasari (1222 - 1292
M). Salah satu alur sejarah yang dapat dicermati yaitu pada saat pelantikan
Gajah Mada menjadi Mahapatih Amangkubumi (1334 M) oleh Sri Tribuana Tunggadewi
(1328 - 1350 M) dia mengucapkan sumpah setianya (disebut Sumpah Palapa), dan
Tanjungpura pada saat itu belum merupakan daerah bawahan Majapahit. Oleh
karenanya salah satu isi sumpah Gajah Mada adalah akan menundukkan Tanjungpura
(Atmodarminto : 2000).
Dalam Prasasti Waringin Pitu (1447 M), Tanjungpura (Tanjungnagara) sudah
merupakan nama ibu kota negara bagian Majapahit untuk wilayah Pulau Kalimantan
(Sehieke 1959). Pada masa itu, Majapahit dipimpin oleh raja Dyah
Kertawijaya/Prabu Kertawijaya Brawijaya I (1447 - 1450 M). Letak geografis kota
Tanjungpura tersebut sebagaimana yang identifikasi Pigeaud (1963), Djafar
(1978), dan Muhammad Yamin (1965), adalah terletak didalam batasan wilayah
"Kota Ketapang" yaitu sebelah selatan kota Ketapang (sekarang Negeri
Baru).
Versi lain mengenai berdirinya kota Ketapang dapat ditinjau dari peristiwa
sejarah yang sangat penting pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin di
Kerajaan Matan, yaitu peristiwa perampasan kekuasaan oleh saudaranya sendiri
Pangeran Agung pada tahun 1710 M. Pangeran Agung yang gagal merebut tahta
saudaranya, dipenjarakan (diasingkan) oleh Sultan Muhammad Zainuddin dengan
membuatkannya suatu kota kecil lengkap dengan pelayannya (gundik) 40 orang.
Dalam Sejarah Kalimantan Barat (Loutan 1973) daerah tersebut adalah Darul
Salam. Orang Ketapang menyebut daerah tersebut Tembalok (tempat penjara raja)
atau Sei Awan seberang Sukabangun. Dalam sejarah kerajaan Riau Johor dikatakan
"dikurung dalam kota kecil sampai mati" (Ahmad 1985).
Hingga saat ini kesepakatan tentang hari jadi Kota Ketapang masih dalam proses
kajian. Data diatas dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penentuan hari
jadi Kota Ketapang secara legal formal (berdasarkan rujukan hasil Diskusi Panel
Adat Budaya dan Kelestariannya di Musyawarah Besar II Ikatan Keluarga Kerajaan
Matan dan Tanjungpura tanggal 7 s/d 8 Agustus 2004).
Tugu Ale-ale
Tidak ada komentar:
Posting Komentar